Kisah Dua Tukang Sol (bag 3): Saya Tidak Akan Menyerah

Saya Tidak Akan Menyerah

Saya Tidak Akan MenyerahSaya Tidak Akan Menyerah adhalah kelanjutan dari cerita motivasi sebelumnya yaitu Cerita Motivasi: Kisah Dua Tukang Sol (bag 2). Ini masih serial dari Kisah Dua Tukang Sol, sudah masuk bagian ke 3. Jika Anda belum membaca bagian 1 dan kedua, adha baiknya baca dulu agar cerita nyambung dan lebih nikmat.

Selamat menikmati dan mengambil hikmah, mudah-mudahan memberikan inspirasi, dan Anda selalu mengatakn saya tidak akn menyerah.

Kisah “Saya Tidak Akan Menyerah” Dimulai…

stlah bertemu dg Bang Soleh yang sudah sukses memiliki jasa service sepatu premium di salah satu mall, mang Udin menjadi lebih semangat dalam bekerja. Dia jelas terinspirasi oleh bang Soleh. Dalam hatinya ia berharap dan yakin harapannya akn tercapai. Dia selalu berdo’a setiap hari, bahkan bangun malam untuk shalat tahujud dan memanjatkan do’a agar kehidupannya lebih baik.

Selain itu, ia meminta istrinya untuk ikut mendo’aknnya. Tidak lupa juga, dg sengaja silaturahim ke rumah orang tua dan mertuanya untuk meminta dorongan do’a. Dan ia setiap hari terus berusaha, menjajakn jasanya dg pikulannya berkeliling . Rasa optimis ini ternyata menjadikan penghasilan jauhh lebih besar dibandingkan sebelumnya.

Penghasilannya sudah lumayan dan tidak pernah lagi api di dapurnya padham. Tidak pernah lagi anaknya jalan kaki karena tidak punya ongkos ke sekolah. Bahkan mang Udin dan istrinya sudah mulai menabung untuk masa depan kedua anaknya.

Perbaikan ekonomi mang Udin tidak menjadikannya malas. Dia malah makin bersemangat dan terus bersyukur serta masih thetap berharap bahwa usahanya akn lebih baik.

“Yah, saya bersyukur usaha ayah sudah lebih baik. Hanya saja saya bertanya-tanya, kapan kita akn seperti bang Soleh yah?” kata istrinya sambil membereskan bekas makn malam dia.

“Tenang saja bu, insya Allah suatu saat akn datang saatnya. Seperti kondisi kita saat ini, bukankah ini harapan kita dimasa lalu? Sekarang sudah menjadi kenyataan.” jawab mang Udin, sambil membantu istrinya mengangkat tumpukan piring kotor ke dapur.

“Iya, tante yakin. Ngomong-ngomong, apa yang dilsayakan ayah supaya lebih baik seperti bang Soleh?” kata istrinya sambil menatap suaminya.

“Iya juga, selama ini ayah berdo’a dan thetap keliling. Tapi, bagaimana yah caranya supaya bsa ningkatin usaha ayah?” kata mang Udin sambil mikir.

“Ya udah, tidak usah dipikirkan. Ibu sudah sangat bersyukur. Bisa makn setiap hari, bsa membekali anaknak ke sekolah, bsa menabung, dan membeli pakaian. Ini sudah lebih dari cukup. Syukuri saja yang adha, tidak usah terlalu muluk-muluk.” kata istrinya sambil melangkah ke dapur mau mencuci piring.

Mang Udin memikirkan apa yang dikatakn istrinya. Dia bingung, bagaimana caranya untuk meningkatkan usahanya, meski ia optimis.

“Apa yah yang harus saya lsayakan?” pikir ia.

“Apakah sudah cukup mensyukuri yang adha dan tidak usaha muluk-muluk ingin lebih baik lagi?” pikirannya makin dalam, memikirkan apa yang dikatakn istrinya.

Namun ia teringat apa yang dikatakn bang Soleh, bahwa ia padha awalnya juga bingung. Kemuian berubah menjadi bsa.

“Oh iya, mungkin sekarang masih bingung, tapi nanti saya akn menemukan jawabannya. Saya tidak akn menyerah untuk hidup yang lebih baik.” itu yang dikataknnya dalam pikirannya, tanpa terasa ia sambil mengepalkan tangannya saking semangat.

Ternyata istrinya melihat, sambil tersenyum bertanya:

“Ngapain yah, koq kayak mau ninju gitu?”

“Ayah tidak akn menyerah!” kata mang Udin sambil menoleh istrinya.

“Lho, setahu tante, ayah tidak pernah menyerah dari dulu. Itu yang membuat tante dan anak-anak bangga ke ayah.” jawab istrinya sambil tersenyum.

“Maksud ayah, saya tidak akn menyerah untuk meraih apa yang ayah inginkan.” jawab mang Udin semangat.

“Oooo.” kata istrinya. “Tapi bagaimana caranya yah?” dilanjutkan dg pertanyaan.

Ayah belum tau sekarang, tapi akn mencari tau. ” jawab mang Udin thetap semangat.

“Waw… semangat ni yee… ” kata istrinya sambil tertawa.

Keesokan harinya, seperti biasa mang Udin keliling untuk menjajakn jasanya memperbaiki sepatu. Sepulang keliling, ia melihat sebuah sepeda motor di depan rumahanya. Dia bertanya-tanya, itu sepeda motor sopo.

“Assalamu’alaikum…” katanya sambil membuka pintu.

“Wa’alaikum salam”, jawab istrinya sambil menghampiri mang Udin. Kemuian istri mang Udin mengambil gelas dan mengisinya dg air teh hangat.

“Ini minumnya yah.” kata istri Mang udin sambil menyodorkan gelas.

“Terima kasih bu. Itu motor sopo?” tanya mang Udin sambil melirik ke luar.

“Oh iya, itu motor bang Soleh.” jawab istrinya.

“Mana bang Soleh-nya?” tanya mang Udin semangat.

“Tadi kan hanya tante di rumah, jadi bang Soleh nunggu di Masjid sebelah katanya.” jelas istri mang Udin yang memang tidak pernah menerima tamu bukan muhrim saat suaminya tidak adha di rumah.

“Oh, kalau gitu ayah mau susul ke Masjid sekalian shalat Maghrib.” jelas mang Udin yang langsung menuju Masjid di dekatnya.

“Assalamu’alaikum bang Soleh.” kata mang Udin begitu melihat bang Soleh yang sedang duduk di teras masjid. Tentu saja bang Soleh menjawab salam dan menyambutnya. Mereka pun berbicang-bincang saling menanyakn kondisi dan keluarga. Mereka terlihat begitu senang dan cerita.

stlah shalat maghrib, dia pun langsung menuju rumah. Sesampainya di rumah, istrinya sudah menyiapkan makn malam.

“Ayo bang, makn dulu.” kata istri mang Udin.

“Nggak usah, tidak akn lama koq. Saya hanya ingin mengundang mang Udin ke bengkel sepatu saya di Mall. Kebetulan teman saya mau datang dan ingin ngobrol dg mang Udin.” kata bang Soleh.

“Teman yang memodali abang maksudnya?” tanya mang Udin penasaran sambil penuh harap.

“Iya. Tadi pagi ngobrol, katanya ingin buka bengkel sepatu baru di mall lain. Saya menyarankan mang Udin yang mengelolanya.” jelas bang Soleh.

“Yang bener?” tanya mang Udin dg mata berbinar.

“Iya… ” jawab bang Soleh sambil tersenyum. “Besok ditunggu sekitar jam 10 pagi.”

“Boleh-boleh, insya Allah saya datang.” kata mang Udin dg semangat.

stlah dia makn malam, bang Soleh pun pulang. Mang Udin langsung mengucapkan syukur karena mendptkan peluang yang ia impikan selama ini.

“Betul kan bu? Kita jangan menyerah.” kata mang Udin sambil menatap istrinya.

“Coba kalau kita menyerah, jangan-jangan peluang ini tidak datang.” lanjut mang Udin memotong istrinya yang akn bicara.

“Iya yah, alhamdulillah.” jawab istrinya sambil tersenyum tidak bsa menyembunyikan kegembiraannya.

Keesokannya, mang Udin sengaja tidak keliling, ia langsung ke Mall untuk menemui teman bang Soleh. Sekitar 1 jam mang Udin, bang Soleh, dan teman bang Soleh berbicara. Kemuian mang Udin pun pulang dg wajah yang kurang ceria. Sesampainya di rumah, ia disambut istrinya.

“Bagaimana yah?” kata istrinya dg semangat.

“Tidak jadi bu.” jawab mang Udin.

“Kenapa yah?” tanya istrinya.

“Katanya ayah belum siap untuk mengelola bengkel sepatu profesional. Dia minta ayah belajar dulu mengelola usaha.” jelas mang Udin.

“Ya udah lah, tidak apa-apa. Kita lanjutkan saja yang sudah berjalan dg baik.” jawab istrinya dg raut kecewa, namun berusaha menghtanter diri dan suaminya.

“Saya tidak akn menyerah bu. Ayah memang kecewa, thetapi pertemuan tadi memberikan hikmah yang luar biasa bagi ayah. Ternyata selama ini, ayah tidak pernah menyiapkan diri, tidak pernah belajar agar siap meningkatkan usaha. Jadi, saat peluang itu datang, ayah tidak siap.” jelas mang Udin masih menyimpan nadha semangat.

“Kita sudah meminta kepadha Allah, namun saat Allah memberikannya, kita sendiri yang tidak siap.” lanjut mang Udin.

“Oh gitu… Iya juga. Tapi yang sudah, sudahlah. Kesempatan tidak datang dua kali.” kata istrinya sambil mengambil air minum untuk mang Udin.

Memang betul bu, kesempatan tidak datang dua kali, thetapi mungkin puluhan, ratusan, bahkan jutaan. Saya tidak akn menyerah, ayah akn mempersiapkan diri untuk menyambut peluang-peluang lainnya.” jelas mang Udin makin semangat.

Istrinya tersenyum sambil geleng-geleng.

“Kenapa bu? Ngejek ayah yah?” tanya mang Udin menatap istrinya penasaran.

“Bukan begitu. Ibu jadi tambah kagum ke ayah, dan senang saat ayah mengatakn ‘saya tidak akn menyerah’. Bisa katakn sekali lagi yah?” pinta istrinya sambil menatap mang Udin, tidak lupa sambil tersenyum.

Mang Udin pun langsung menyambut permintaan istrinya sambil mengepalkan tangan dan tersenyum:

“Insya Allah saya bsa, saya tidak akn menyerah, sebab adha Allah yang membantu saya.”

****

Bersambung ke bagian 4.


EmoticonEmoticon