Lelaki Misterius di Pohon Pisang

Kisah ini adalah pengalamanku saat masih kelas 5 SD, saya tak pernah bsa melupaknnya. Waktu itu saya baru pindah dari kota Sukabumi ke tempat kelahiran ayahku di Tegal, Jawa Tengah. Rumah baru ku dan lingkungan sekitarnya masih sangat kental dg hawa mistisnya. Dan tepat di depan rumah baruku disebrang jalan terdpt rumah kosong dan kebun cengkeh yang juga banyak pohon pisangnya. Kebun itu sama sekali tak terawat, kalopun bersih dari daun kering itu hanya sesekali saat musim panen cengkeh.

Kata warga sekitar di rumah kosong dan kebun cengkeh itu banyak hantu penunggunya. Sebenarnya kalo dilihat emang agak seram. Dan konon tak jarang yang lewat kebun pada malam hari selalu diganggu oleh si penunggu kebun. dan itu memang nyata. Kisah ini berawal dari suatu malam Stlah sholat mahgrib, saya disamper oleh sepupuku untuk belajar mengaji di rumah seorang ustadzah yang rumahanya harus melewati kebun itu.

Sebenarnya ada jalan lain sih, tapi terlalu jauh dan jalan nya pun lebih seram. Jadi kami sepakat untuk lewat kebun itu, saat berangkat kami tak mengalami apapun atau gangguan dari mahluk apapun, kami berjalan dg santai walaupun gelap dan seram. stlah selesai mengaji jam 8:00 WIB, saya dan sepupuku mampir ke rumah Pakdhe untuk menjemput adikku yang ada disana. Kebetulan rumah Pakdhe bersebrangan dg rumah ustadzah. Saat akn pulang Pakdhe tidak bsa mengantar karena ada urusan dg Pak Ustad.

Akhirnya kami hanya pulang bertiga saja, kami berjalan dg santai dan sambil bergurau. Saat akn memasuki area perkebunan, kami menghentikan langkah, tiba-tiba saja hawa malam itu sangat aneh, terasa sunyi sekali, tidak ada orang satupun kecuali kami bertiga. Rasanya tsayat sekali untuk melangkah melewati kebun itu, tapi kami memberanikan diri. stlah beberapa langkah berjalan memasuki area kebun tiba-tiba ada suara lelaki dewasa yang menyapa dan menghampiri kami, ia berkata “Bade pundi cah ayu? wangsul? yuh tak terna ding Pakdhe” (Mau kemana cah ayu? Pulang? ayo Pakdhe antarkan).

Sejenak kami merasa tenang karena ada orang dewasa yang berjalan bersama kami. Tapi tak lama kemuian saya merasa aneh, saat si lelaki itu mengajak berjalan bersama, ia sama sekali tak menengok pada kami, saya juga merasa aneh karena saya tak mendengar langkah kakinya dari belakng sampai kita berjalan bersama. Lalu saya pertajam penglihatan ku, dalam pikiran ku, saya ingin melihat apakah ia benar-benar berjalan atau melayang? dan saya sangat terkejut dg yang saya lihat. Aku yakin mata ku masih normal, si lelaki itu, saya sama sekali tak melihat kakinya atau skamulnya ataupun sepatunya.

Lalu saya memegang erat tangan adikku untuk memberi kode ada yang tidak beres, adik ku pun memberikan kode pada sepupuku yang berjalan disampingnya, sepupuku melihat kearah ku, lalu saya menunjuk ke arah bawah (kaki si lelaki). Kami langsung berhenti dan menundukan kepala, tiba-tiba terdengar suara geraman lirih. Kami sangat tsayat dan langsung melihat ke depan, tapi si lelaki itu sudah menghilang entah kemana.

Lalu kami berlari sekencang-kencangnya sambil berteriak. Aku tak lagi memikirkan adik atau sepupuku yang berlari di belakng ku. Tiba-tiba saya mendengar adik ku menangis dan memanggil “teh Sulis!… teh Sulis” saya spontan melihat ke belakng, ternyata adikku terjatuh. Aku berlari kembali kebelakng, sepupuku meninggalkan kami berdua. Aku berlari ke belakng dg panik sambil berteriak “Buru hudang! burukeun!!! hudang buruan!” (Cepat bangun! Cepetan!!! cepetan bangun!).

Aku membantu adik ku bangun tapi tidak bsa, lalu saya berusaha untuk menggendongnya tapi tiba-tiba saya berhenti. Ada sesuatu yang menarik penglihatanku untuk melihat ke pohon pisang yang terletak kira-kira 2 meter dari tempat adikku terjatuh. Aku sangat kaget dan semakin panik dg yang saya lihat, saya yakin tak salah lihat walau sangat gelap, itu pocong yang terduduk dibawah pohon pisang, kakinya selonjor ke depan, mukanya hitam tak jelas.

Lalu saya lari sambil teriak tanpa membawa adik ku. Saat hampir dekat dg jalan raya depan rumah ku, saya melihat ayah dan warga lainnya berlari mengejar ku. Aku berteriak sambil nangis “Papa itu si dede… si dede pah…”, lalu ayah ku berlari untuk membawa adikku. Dan sejak saat itu saya tak mau lagi berangat mengaji hanya berdua atau bertiga saja. Aku selalu minta iantar-jemput, untunglah tiga tahun kemuian si pemilik tanah perkebunan itu mulai merawat dan membersihkan kebun, malah membangun rumah disana. Ya walaupun kadang si pemilik rumah juga mendpt gangguan dari mahluk halus, tapi ia tetap bertahan dirumah itu. Sekian, terimakasih.


EmoticonEmoticon