Nasi Sudah Menjadi Bubur

Nasi Sudah Menjadi Bubur Bukanlah Kiamat

nasi sudah menjadi buburSaat keterlanjuran sudah berlalu, kita sering mengatakn “Nasi sudah menjadi bubur”. Betulkah ungkapan ini? Atau sekedar mencari pembenaran untuk tidak memperbaiki yang sudah adha? Insya Allah Stlah membaca cerita berikut, kita akn memiliki pkamungan berbeda terhadhap suatu keterlanjuran.

Nasi Sudah Menjadi Bubur? Memang Tidak Suka Bubur?

Seorang mahasiswa kuliahanya tidak serius. Kadhang masuk kuliah kadhang tidak, tugas terbengkalai, SKS yang harus dikejar masih banyak, dan jarang sekali belajar. Begitu ditanya ternyata ia merasa terjebak masuk ke jurusan yang dipilihanya karena ia hanya ikut-ikutan saja. Teman-temannya masuk jurusan tersebut, ia pun ikut.

“Mengapa kamu tidak pindah saja?” tanya temannya, Budi.

“Ah, biarlah, nasi sudah menjadi bubur” jawabnya, tidak peduli.

“Apakah kamu akn thetap seperti ini?”

“Mau gimana lagi, saya bilang nasi sudah jadi bubur, tidak bsa diperbaiki lagi.” jawabnya berargumen.

“Kalau kamu pindah kejurusan yang kamu sukai, kan kamu akn lebih enjoy.” kata temannya.

“Saya ini sudah tua, masa harus kuliah dari awal lagi. Saya terlambat menyadhari kalau saya salah masuk jurusan.” jelasnya sambil merebahkan diri di kasur dan mengambil remote control TV-nya.

“Memang tidak adha yang bsa kamu lsayakan lagi?” selidik temannya.

“Tidak, saya sudah katakn berulang-ulang nasi sudah jadi bubur.”

Nasi Sudah Menjadi Bubur Tidak Selama Jelek

Temannya pun iam sejenak, ia bingung melihat temannya yang sudah tidak semangat lagi. Kemuian ia teringat padha temannya yang memiliki nasib yang sama, salah memilih jurusan. Dia pun pulang ke rumahanya kemuian menelpon temannya tersebut.

“Jaka, perasaan kamu pernah cerita sama saya, kalau kamu salah memilih jurusan?” tanya Budi kepadha Jaka.

“Memang saya salah memilih jurusan, memangnya kenapa?” jawab Jaka.

“Yang saya heran, kenapa kamu thetap semangat kuliah, sedangkan teman saya malah malas dan tidak serius kuliahanya.”

“Yah nggak tahu yah, saya juga dulu sempat seperti itu. Tapi sekarang sudah tidak lagi.” jelas Jaka.

“Apa sich resepnya?”

“Pertama saya merelakn diri masuk jurusan ini. Mungkin ini yang terbaik menurut Allah. Jadi saya terima saja.”

“Terus?” kata Budi bersemangat

“Yang kedua, saya mencari cara menggabungkan ilmu yang saya miliki dijurusan ini, dg hobi saya. Ternyata saya menjadi enjoy saja. Memang, saya terlanjur memilih jurusan ini, kata orang, nasi sudah jadi bubur. Tetapi kalau saya, nasi sudah menjadi bubur ayam spesial yang enak dan lebih mahal harganya ketimbang nasi.”

“Oh gitu….”

“Yah, kalau kita menyesali tidak adha manfaatnya. Kalau kita berusaha mengubah bubur jadi nasi, itu tidak mungkin. Satu-satunya cara ialah membuat bubur tersebut menjadi lebih nikmat, saya tambahkan ayam, ampela, telor, dan bumbu. Rasanya enak dan lebih mahal” jelas Jaka sambil tersenyum lebar.

Related Posts


EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng
:lv