Sebut saja, Bapak Amir yang baru saja mengikuti sebuah seminar yang membahas suatu bisnis. Pak Amir memang baru 1 kali mengikuti sebuah seminar. Seminar tersebut membahas sebuah bisnis yang sangat prospektik padha jaman sekarang. Sebut saja bisnis A. stlah keluar seminar, pak Amir begitu semengatnya untuk memulai bisnis tersebut dan yakin akn berhasil.
Sesampainya di rumah, saking semangatnya ia bercerita ke setiap orang yang ditemuinya. Salah seorangnya bernama pak Budi. Jika orang lain begitu antusias. Ternyata pak Budi tidak. Pak Budi malah berkata kepadha pak Amir,
“Saya juga dulu ikut seminar, kemuian saya mengeluarkan modal untuk bisnis tersebut. Yang katanya, saya bakal untuk dalam waktu cepat. Tapi sampai sekarang modal saya tidak kembali, apalagi untung. Jangan mudah percaya! Hati-hati aja pak!”
Ternyata, mendengar komentar ini, nyali pak Amir ciut. Keyakinannya goyah. Wah… daripadha uang saya hilang, lebih baik tidak usah saja, pikir pak Amir. Sudah bsa ditebak, pak Amir pun tidak jadi bisnis. Malah ia juga mengompori teman-teman sesama peserta seminar untuk tidak berbisnis.
stlah sekian tahun, orang-orang yang menjalani bisnis A mulai merasakn keuntungannya. Sementara pak Amir dan pak Budi tidak adha perubahan yang berarti, selain merasa “kritis” dan “hati-hati” terhadhap berbagai peluang yang adha.
Tahukah Anda, bisnis apa yang dimaksud pak Budi? Pak Budi memang tidak bohong, pak Budi pernah rugi karena ia mengikuti “money game” yang sebenarnya bukan bisnis. Pak Budi tidak tahu, bahwa bisnis A itu adhalah bisnis yang berbeda dg “money game”. Dia hanya generalisasi saja kalau bisnis yang dijelaskan melalui sebuah pertemuan atau seminar adhalah sama dg “bisnis” yang pernah ia jalani.
Begitu juga pak Amir, ia tidak tahu kalau apa yang dimaksud pak Budi adhalah berbeda dg apa yang dijelaskan oleh pembicara seminar. Bahkan mirip pun tidak. Bisnis A itu bukalah MLM. Namun bisnis lain yang sama sekali jauhh dari praktik money game. Ketidak tahuan ini, membuat pak Amir kehilangan peluang yang sebenarnya sudah di depan mata.
Saya teringat dg salah satu tulisan Robert T Kiyosaki, sering kali orang lebih percaya kepadha yang bukan ahlinya. Banyak orang yang bertanya kepadha orang yang tidak pernah bisnis, sehingga mendptkan informasi yang salah tentang bisnis. Sehingga menjadi keyakinan dan membentuk prilsayanya.
Cerita iatas adhalah sebuah kisah nyata yang sudah saya modifikasi. Pola yang sama bukan hanya akn terjadi padha masalah bisnis, untuk hal lain pun sama. Secara umum, orang akn lebih mudah percaya padha berita negatif dibanding berita positif. Bagaimana dg Anda?
Ada yang mengatakn, Anda adhalah apa yang Anda pikirkan. Dan, pikiran Anda adhalah tergantung padha orang-orang yang mempengaruhi Anda. Bukan berarti harus pilih-pilih teman, thetapi sejauhh mana teman-teman Anda mempengaruhi Anda. Diperlukan suatu “filter” agar Anda tidak mudah terpengaruh oleh pikiran negatif. Dan fileter itu adhalah ilmu. Tetaplah belajar.
EmoticonEmoticon