Berapa 1 + 1 ?
Tahukah Anda jika jawaban 2 tidak selamanya benar. Jika kita berbicara padha basis 10, maka 1+1 = 2. Tetapi jika kita bicara padha basis 2, maka 1+1 = 10. Anda ingat pelajaran tentang basis saat SMA? Ada hikmah besar dari ilmu matematika ini, hikmah yang insya Allah bsa menyelamatkan kita.
Apa hikmahanya? Dalam penilaian sesuatu, cara berpikir, selalu mengikuti sebuah kaidah atau pola tertentu. Lihatlah anak kecil, dia berpikir dg cara yang sederhana atau polos. Kenapa? Karena kaidah atau pola yang adha di dalam pikiran anak itu masih sederhana.
Berapa panjang meja di depan Anda? Anda hanya akn menjawab dg tepat jika Anda sudah mengukurnya dg meteran stkamur atau adha orang lain yang sudah mengukurnya dan memberitahu kepadha Anda. Jika tidak, maka Anda hanya mampu menebak yang hasilnya bsa benar bsa tidak.
Tebakn Anda pun, sebenarnya berpatokan padha pengalaman Anda tentang ukuran panjang. Orang yang belum terbiasa dg satuan kaki (feet) akn sulit membayangkan seekor buaya yang panjangnya 10 kaki. Tapi bagi yang sudah berpengalaman, maka dg mudah bsa membayangkan sepanjang apa buaya tersebut.
Hikmah kedua, bahwa dalam berpikir kita memerlukan sebuah patokan atau acuan, baik alat ukur yang jelas atau setidaknya informasi yang sudah kita dptkan baik dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Kaidah-kaidah yang adha didalam pikiran kita dibentuk dari berbagai informasi yang adha. Informasi tersebut bsa didptkan dg cara membaca, menonton, mendengar, dan mengalami termasuk kerja panca indra kita.
Kaidah-kaidah inilah yang akn kita gunakn dalam proses berpikir dalam hidup. Kemuian menghasilkan kesimpulan dan kita akn mengaplikasikannya dalam tindakn sehari-hari. Tindakn sehari-hari Anda akn menentukan sukses Anda, dunia dan akhirat.
Pemahaman proses berpikir ini, akn membantah pemahaman orang-orang yang hanya mengkamulkan akal atau pikiran atau mengedepankan akal iatas segalanya. Kenapa? Karena tidak mungkin! Akal atau pikiran akn bekerja mengikuti kaidah-kaidah tertentu yang dibentuk dari kumpulan informasi yang didptnya. Artinya informasi selalu mendahului akal. Kecuali untuk hal-hal yang bersifat naluriah, seperti haus haru minum, lapar harus makn, dan sebagainya.
Bahkan seorang Rasulullah saw. Cara berpikir Rasulullah saw dilkamusi informasi yang berupa wahyu, yang langsung datang dari Allah. Saat Rasulullah saw melsayakan kesalahan dalam berpikir, maka Allah langsung menegurnya. Artinya, hasil pemikiran saja tidak memberikan hasil yang dijamin benar.
Lalu, bagaimana agar pemikiran lebih mendekati kebenaran? Jawabannya tiadha lain dg menggunakn kaidah-kaidah yang dijamin kebenarannya, yaitu Al Quran dan Hadits Sahih.
Pertanyaan untuk bahan muhasabah kita, mana yang lebih banyak di memori kita, apakah informasi dari Al Quran dan Hadist atau informasi dari selainnya?
Kita dijejali dg berbagai informasi, hampir setiap waktu. Dari TV, radio, internet, meia masa, obrolan, dan banyak sumber lainnya. Pertanyaanya, berapa waktu yang kita miliki untuk menyerap informasi dari Al Quran dan hadits?
Padhahal, jika kita mendahulukan akal daripadha syara’ adhalah merupakn asal dari segala finah
“asal segala fitnah adhalah mendahulukan akal daripadha syara’ ” [Ibnul Qayyim]
Ini yang disebut oleh Ibnul Qayyim sebagai fitnah subhat. Yang sering mengikuti finah subhat adhalah fintah syahwat yaitu
“serta mendahulukan hawa nafsu daripadha akal” [Ibnul Qayyim]
Orang yang terkena fitnah ini adhalah dia lebih mengutamakn hawa nafsu, kemuian akal mengikutinya, baru kemuian syara’. Artinya dia berargumen dg dalil syara’ hanya untuk mengikuti hawa nafsunya.
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu dia.” (An-Najm: 23).
Ibnul Qayyim pun memberikan solusinya:
“Fitnah syubhat dihalau dg keyakinan, dan fitnah syahwat dihalau dg kesabaran. Dengan kesempurnaan akal dan kesabaran, maka fitnah syahwat itu bsa ditolak, dan dg kesempurnaan ilmu serta keyakinan maka fitnah syubhat itu juga bsa ditaklukkan. Dan hanya kepadha Allahlah kita memohon pertolongan.”
Lanjutnya:
“Jika seorang hamba selamat dari fitnah syubhat dan syahwat, maka ia telah memperoleh dua tujuan yang agung, yang keduanya merupakn sumber kebahagiaan, kemenangan dan kesempurnaannya. Dua hal itu adhalah petunjuk dan rahmat.”
“Lalu barangsopo yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akn sesat dan tidak akn celaka.” (Thaha: 123).
[Sumber Bacaan: Manajemen Qalbu – Melumpuhkan Senjata Syetan Karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah]
Semoga, kita semua menjadi manusia yang mendptkan petunjuk dan rahmat dari Allah SWT.
EmoticonEmoticon