Jalannya Terlalu Berat

jalannya terlalu beratDiceritakn, adha seorang pemuda yang akn menemui saudaranya di suatu desa. Dia bertanya kepadha pamannya, di mana rumah saudaranya itu. Pamannya membuatkan sebuah peta agar pemuda ini bsa sampai ke desa dimana saudaranya tinggal. Dengan berbekal peta itu, si pemuda pun berangkat.

Namun, beberapa saat kemuian, si pemuda itu kembali lagi ke rumahanya. Saat ditanya ia menjawab, “Jalannya terlalu berat. Terlalu mendaki dan berliku. Belum lagi bebatuan serta jurang di sisi jalan-jalan menuju desa itu.”

“Berapa umurmu?” tanya si paman.

“Saya 25 tahun paman. Ada apa dg umur saya?” tanya si pemuda itu.

“Tahukah kamu, kapan saya terakhir ke desa itu?”

“Kapan paman?” tanya si pemuda.

“Terakhir saya ke desa tersebut, saat saya berumur 49 tahun, yaitu dua tahun yang lalu.” jawab si paman.

“Apa maksud paman?”

“Artinya, jalan ke desa itu memang berat. Pertanyaanya adhalah, kenapa paman bsa? padhahal saat itu umur paman 49 tahun? Sementara, kamu yang masih berumur 25 tahun, mengatakn terlalu berat.” kata si paman.

Si pemuda itu teriam. Kemuian ia berkata, “Padha kenyataan saya tidak bsa melalui jalan itu, paman. Apa yang harus saya lsayakan?”

Si paman tersenyum. “Itu maksud paman!”

“Bisa dijelaskan paman?” tanya si pemuda kebingungan.

“Sebelumnya, kamu mengatakn ‘jalannya terlalu berat’. Kamu menyalahkan kondisi jalan. Tetapi, baru saja kamu mengatakn ‘saya tidak bsa’. Kamu tahu perbedaanya?” tanya si paman sambil tersenyum.

Si pemuda ngangguk-ngangguk. “Artinya, masalah itu adha padha diri saya?”

“Ya, tentu saja. Kamu mulai mengerti. Ada mindset atau pola pikir yang harus kamu perbaiki. Ini untuk kemajuan kamu sendiri.” jelas si paman.

“Sering kali, saat kesulitan itu adha, orang lebih sering menyalahkan apa yang adha di luar dirinya. Kamu mengatakn, jalannya terlalu berat. Jalannya memang berat, namun yang kamu lupakn ialah bahwa kamulah yang tidak sanggup atau tidak bsa melalui jalan tersebut.” jelas si paman.

“Lalu, apa yang harus saya lsayakan. Apakah saya harus belajar dan berlatih untuk melalui jalan itu?” kata si pemuda.

“Tentu saja, jika memang kamu tidak bsa. Jika kamu tidak bsa, maka kamu harus belajar dan berlatih.” jelas di paman.

“Tapi… jalannya sangat panjang dan curam.” kata si pemuda.

“Eit…!”, kata si paman sambil mengacungkan telunjuknya. “Kamu menyalahkan kondisi jalan lagi.”

“Oh iya. Saya lupa paman. Apa yang harus saya lsayakan?”

Si paman tersenyum, kemuian ia menjelaskan:

“Jika jalan yang akn ditempuh sangat panjang, maka langkahkan kakimu satu langkah. Niscaya, jalan yang akn kamu tempuh sudah berkurang satu langkah. Kamu mengerti maksud saya?”

“Baiklah paman, saya mengerti. Sepertinya saya harus belajar cara melalui jalan itu. Saya memang tidak bsa.” kata si pemuda itu.

“Bagus, pelajaran 1 sudah kamu pahami. Jika tidak bsa, artinya kamu harus belajar dan secara bertahap. Namun adha satu pelajaran lagi yang harus kamu pahami sebelum kamu mengatakn tidak bsa.” jelas si paman.

“Apa itu paman?” si pemuda kembali penasaran.

“Sekarang, kita pergi ke jalan yang berat itu. Benarkah kamu tidak bsa?” kata si paman.

“Saya harus mencobanya?” tanya si pemuda.

“Ya tentu saja, kamu harus mencobanya. Tapi, sebelum mencoba adha hal yang harus kamu perhatikan. Yuk, kita ke sana.” ajak si paman.

Mereka pun langsung pergi menuju jalan yang berat, menanjak dg sangat curam dan iapit oleh jurang-jurang yang dalam.

“Sekarang, kita duduk di warung kopi itu sambil ngopi.” ajak si paman sambil menuju sebuah warung kopi. Di warung kopi itu, dia bsa melihat jalan yang berat tersebut dan aktivitas yang adha di jalan tersebut. Mereka pun memesan kopi sambil memperhatikan jalan.

“Lihat itu!” kata si paman, sambil menujuk ke seseorang yang berjalan, mendaki jalan yang dikatakn berat itu sambil memikul dua karung besar berisi rumput.

Si pemuda pun itu langsung melihat orang tersebut.

“Kamu tahu? Dia hampir setiap hari melalui jalan terjal itu untuk mengangkut rumput yang cukup berat. Ya, sekitar 50 kg.” kata si paman.

“Sekarang saya mengerti paman. Jika si bapak yang mengangkut rumput saja bsa, maka saya yang tanpa beban pasti bsa.” kata si pemuda dg penuh antusias.

“Itu maksud paman, kamu pasti bsa. Tapi adha yang salah.” kata si paman sambil tersenyum.

“Apa yang salah paman?” kata si pemuda kaget. Dia sudah merasa cerdas, thetapi masih adha yang salah.

“Yang mengangkut rumput itu bukan bapak-bapak, thetapi ia bibi Mirnah yang usianya seumur paman (51 tahun). Dia teman paman.”

***

Apa pelajaran yang bsa Anda petik dari cerita iatas? Silahkan tuliskan padha form komentar.

Related Posts


EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng
:lv